Tahap-tahap Perjanjian Internasional - PKN kelas 12



Tahap-tahap Perjanjian Internasional

            Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis dalam bentuk dan nama tertentu serta menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tertentu (negara atau organisasi). Dalam hukum internasional, tahapan pembuatan hukum internasional diatur dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum (Perjanjian) Internasional. Konvensi tersebut mengatur tahap-tahap pembuatan perjanjian baik bilateral (dua negara) mau pun multilateral (banyak negara).
Tahap-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Perundingan (Negotiation)
“Perundingan adalah tahap pertama yang dilakukan sebelum diadakannya perjanjian. Perundingan bisa dilakukan oleh perwakilan diplomat yang memiliki surat kuasa penuh dari pemerintah, bisa juga kepala pemerintah langsung.”

Perundingan dilakukan oleh wakil-wakil negara yang diutus oleh negara-negara peserta berdasarkan mandat tertentu. Wakil-wakil negara melakukan perundingan terhadap masalah yang harus diselesaikan. Perundingan dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri, atau duta besar. Perundingan juga dapat diwakili oleh pejabat dengan membawa Surat Kuasa Penuh (full power). Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka perundingan tersebut meningkat pada tahap penandatanganan.
b. Penandatanganan (Signature)
Setelah diadakan perundingan, selanjutnya penandatanganan yang mana yang akan dijadikan perjanjian. Penandatanganan bisa dilakukan oleh duta besar, anggota legislatif maupun eksekutif.”

Penandatanganan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara biasanya ditandatangani oleh kepala negara, kepala pemerintahan, atau menteri luar negeri. Setelah perjanjian ditandatangani maka perjanjian memasuki tahap ratifikasi atau pengesahan oleh parlemen atau dewan perwc. Pengesahan (Ratification)
Ratifikasi dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah perlu mengajak DPR untuk mensahkan perjanjian karena DPR merupakan perwakilan rakyat dan berhak untuk mengetahui isi dan kepentingan yang diemban dalam perjanjian tersebut. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa masalah perjanjian internasional harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Apabila perjanjian telah disahkan atau diratifikasi dengan persetujuan DPR maka perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Di Indonesia, tahapan pembuatan perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini.
a. Penjajakan, merupakan tahap awal yang dilakukan para pihak yang akan melakukan perundingan mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
b. Perundingan, merupakan tahap setelah adanya kesepakatan yang dibuat dalam tahap penjajakan. Perundingan merupakan tahap kedua yang membahas materi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
c. Perumusan naskah, merupakan tahap pembuatan perjanjian internasional yang tujuannya untuk merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional yang akan ditandatangani para pihak terkait.

d. Penerimaan, merupakan tahap penerimaan para pihak atas naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati.
e. Penandatanganan, yaitu tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak.
Terdapat perbedaan kekuatan untuk mengikat dalam perjanjian bilateral (perjanjian dua negara) dengan perjanjian multilateral (banyak negara).
Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “penerimaan”. Penerimaan dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) umumnya merupakan tindakan pengesahan suatu negara atas perubahan perjanjian internasional.
Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak yang tunduk pada ketentuan perjanjian internasional. Di Indonesia, sesuai ketentuan Pasal 3 UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, proses mengikatkan diri pada perjanjian internasional dilakukan melalui cara-cara berikut.
a. penandatanganan,
b. pengesahan,
c. pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik,
d. cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.


C. Pengesahan
“Selanjutnya pengesahan yang akan dilakukan oleh kepala pemerintahan dan anggota DPR dengan diadakannya rapat terlebih dahaulu. biasanya hal ini dilakukan untuk masalah yang sangat penting dan mencakup masalah orang banyak.”
Negara dapat dikatakan terikat pada perjanjian internasional setelah dilakukan pengesahan baik dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance), maupun penyetujuan (approval). Pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk
a) Ratifikasi (ratification),
Ratifikasi (ratification) dilakukan apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian.

b) Aksesi (accession),
Aksesi (accesion) apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian.

c) Penerimaan (acceptance) dan Penyetujuan (approval).
Penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) adalah pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut.


Proses Pengesahan Perjanjian Internasional di Indonesia

Terdapat tiga model pengesahan yang dikenal dalam hukum internasional, yaitu.

a. Pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif suatu negara dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif. Model pengesahan demikian umumnya dilaksanakan di negara-negara yang menganut sistem monarki (kerajaan) absolut dan otoriter.
b. Pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum positif nasional dilakukan oleh badan legislatif. Model pengesahan tersebut jarang terjadi atau bahkan saat tidak ada negara yang menganut sistem tersebut. Hal ini disebabkan karena pihak yang membuat perjanjian adalah pemerintah negara (eksekutif) sehingga dalam pengesahaannya pemerintah (eksekutif) akan selalu diikutsertakan.
c. Pengesahan perjanjian internasional dilakukan secara bersama-sama antara legislatif dengan eksekutif. Model ini disebut dengan sistem campuran. Sistem campuran ini paling banyak digunakan negara-negara di dunia.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2000, proses pengesahan perjanjian internasional diatur pada BAB III (Pasal 9 – 14) tentang Pengesahan Perjanjian Internasional. Menurut ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2000, semua pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Selain perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan undang-undang atau keputusan presiden, Pemerintah RI juga dapat membuat perjanjian internasional melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati oleh para pihak pada perjanjian tersebut.

Materi perjanjian internasional yang disahkan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan

a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara,
b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia,
c. kedaulatan atau hak berdaulat negara,
d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup,
e. pembentukan kaidah hukum baru,
f. pinjaman dan/atau Tahukah kamu?
Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi seperti yang disebutkan di atas, dilakukan dengan keputusan presiden. Pengesahan perjanjian internasional yang dituangkan dalam bentuk keputusan presiden harus disampaikan kepada DPR. Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi.hibah luar negeri.

◊ Pembatalan Perjanjian
Hal-hal yang menyebabkan dibatalkannya suatu perjanjian antara lain:
  • Terjadinya pelanggaran.
  • Adanya kecurangan
  • Ada pihak yang dirugikan.
  • Adanya ancaman dari sebelah pihak
◊ Berakhirnya perjanjian
  • Punahnya salah satu pihak.
  • Habisnya masa perjanjian.
  • Salah satu pihak ingin mengakhiri dan disetujui oleh pihak kedua.
  • Adanya ancaman dan dirugikan oleh sebelah pihak.

KELOMPOK 1:
Elgita Herviani Munggaran
Erlyanti S.
Linda Melani
Anita Primadani Putri
Rifandi
M. Fahri Husaeni
Ismail Isnandar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUMPULAN CONTOH PROCEDURE TEXT | TUGAS UJIAN PRAKTEK BAHASA INGGRIS KELAS 12

CONTOH LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN (LPJ) KEGIATAN OSIS

NASKAH DRAMA KABARET TERBARU SINGKAT DAN ISLAMI 2016 UNTUK ANAK-ANAK - " KHALIFAH UMAR BIN KHATAB "